Selasa, 04 Juni 2013

HUBUNGAN KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN

          Pada tulisan kali ini saya masih membahas kelanjutan tentang kekuasaan dan kepemimpinan. Pada dasarnya kekuasaan dan kepemimpinan itu sangat berkaitan dan mempunyai hubungan timbal balik, dimana kita ketahui bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang umtuk mempengaruhi dan mendorong orang lain untuk mengikuti kehendak dan kemauannya. Sedangkan politik adalah cara atau proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu .
Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan, kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan (Gary Yukl,1996: 183). 



sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari :

a.   Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;

b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap pengikutnya;

c.   Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;

d.  Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan berkomunikasi.

Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan tampaknya lebih merupakan konsep daripada pengalaman.banyaknya konsep definisi kepemimpinan yang berbeda hamper sebanyak jumlah orang yang telah berusaha untuk mendefinisikannya. Sekalipun demikian terdapat banyak kesamaan diantara definisi tersebut yang memungkinkan adanya skema klasifikasi secara kasar.
Kepemimpinan sebagai focus proses kelompok
Cooley (1902) menyatakan bahwa pemimpin selalu merupakan inti dari tendensi dan dilain pihak, seluruh gerakan social bila diuji secara teliti akan terdiri atas pelbagai tendensi yang mempunyai inti tersebut.
Mumford (1906-1907) memandang bahwa kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala social.
Menurut Bernard (1927) pemimoin dipengaruhi oleh kebutuhan dan harapan dari para anggota kelompok. Pada gilirannya ia memusatkan perhatian dan pelepasan energi anggota kelompok kearah yang diinginkan
Smith (1934) menguraikan berdasarkan cirri-ciri kepribadian pemimpin, yaitu bahwa kelompok social yang mencerminkan kesatuannya dalam aktivitas yang saling berhubungan selalu terdiri atas dua hal; pusat aktivitas dan individu yang bertindak sesuai pusat tersebut
Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan.
Krech dan Crutcfield (1984) memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok,tujuan kelompok, dan aktivitas kelompok
Knickerbockers (1948) mengikuti alur pikiran yang nampaknya menempatkan dirinya dalam aliran teori pusat kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kepribadian dan akibatnya
Bowden (1926) mempersamakan kepemimpinan dengan kekuatan kepribadian. Bingham ( 1927) mendefinisikan pemimpin sebagai sebagai seorang individu yang memiliki sifat-sifat kepribadian dan karakter yang diinginkan. Bernard (1926) seorang individu yang lebih efisien dalam melontarkan rangsangan psikososial terhadap orang lain dan secara efektif mensyaratkan respon secara kolektif dapat disebut sebagai pemimpin. Tead (1929) melihat kepemimpinan sebagai perpaduan dari berbagai sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang lain untuk mengerjakan tugas tertentu. Bogardus (1934) mendefinisikannya sebagai kepribadian yang tampil dalam kondisi kelompok.
Teori kepribadian cenderung memandang kepemimpinan sebagai akibat pengaruh satu arah. Mengingat bahwa pemimpin mungkin memiliki kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan para pengikutnya, biasanya mereka (ahli teori kepribadian) lupa menyinggung karakteristik timbal balik dan interaktif dari situasi kepemimpinan.
Kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi orang lain
Munson (1921) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan meng-handle orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar. Allport (1924) kepemimpina merupakan kontak langsung atau tatap muka antara pemimpin dan pengikut yang merupakan social control personal. Moore (1927) melaporkan hasil konferensi dimana Stuart mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan pemimpin, sehingga dapat menimbulkan kepatuhan dan rasa hormat. Philips (1939) kepemimpinan adalah pembebanan, pemeliharaan, dan pengarahan dari kesatuan moral untuk mencapai tujuan akhir. Allen (1958) memandang pemimpin sebagai seorang yang membimbing dan mengarahkan orang lain,sedangkan Bennis (1959) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi bawahan untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
Para ahli teori pengaruh sukarela, mungkin lebih dari para ahli teori kepribadian, cenderung memandang kepemimpinan sebagai suatu pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung. Pengabdian para pengikut dan kelompok ini ditentang oleh para ahli yang mencoba menghilangkan definisi tentang kemungkinan adanya legitimasi mengenai konsepsi kepemimpinan yang otoritas.
Kepemimpinan sebagai penggunaan pengaruh
Nash (1929) menyatakan bahwa kepemimpinan secara tidak langsung menyatakan adanya pengaruh yang mengubah tingkah laku orang. Tead (1935) mendefinisikan sebagai aktifitas mempengaruhi orang untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan bersama. Stodgill (1950) menyebutnya sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisasi untuk pencapaian tujuan. Menurut Bass (1961) usaha individu untuk mengubah tingkah laku orang lain dapat dikatakan pemimpin.
Konsep pengaruh mengingatkan terdapatnya perbedaan tingkah laku individu yang mengakibatkan atau mempengaruhi aktivitas kelompok. Didalamnya terdapat hubungan timbal balik antara pemimpin dan pengikut akan tetapi tidak selalu harus dicirikan oleh adanya dominasi, control, dan pemaksaan pengaruh oleh pemimpin.
Kepemimpinan sebagai tindakan dan tingkah laku
Menurut Carter (1953), tingkah laku kepemimpinan menandakan adanya keahlian tertentu, sehingga dapat dikatakan sebagai tingkah laku kepemimpinan. Shartle (1956) mendefinisikan tingkah laku kepemimpinan sebagai tingkah yang akan menghasilakan tindakan orang lain searah dengan keinginannya. Hemphill (1949) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai tingkah laku seorang individu untuk mengarahkan kelompok. Fiedler (1967) menawarkan definisi yang hampir sama sebagai berikut; tingkah laku kepemimpinan dapat diartikan pemimpinan mengkoordinasikan kelompok.
Para ahli teori tingkah laku tertarik untuk membuat suatu definisi yang berdasarkan observasi, deskripsi, pengukuran, dan pengujian yang obyektif.
Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi

Schenk (1928)menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan inspirasi daripada melalui pemaksaan langsung. Cleeton dan Mason (1934) kepemimpinan mengindikasikan adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman melalui pendekatan secara emosional daripada melalui penggunaan otoriter. Copeland (1942) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain,merupakan seni mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh konkrit.
 epemimpinan sebagai hubungan kekuasaan
French (1956) mendefinisikan kepemimpinan dalam kerangka pembedaan hubungan kekuasaan antara anggota dan kelompok. Gerth dan Molls (1953) kepemimpinan dipandang secara umum adalah hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dimana pemimpin lebih banyak mempengaruhi daripada dipengaruhi karena sebagai suatu hubungan kekuasaan.
Kekuasaan dipandang sebagai suatu bentuk dari dari hubungan saling pengaruh-mempengaruhi. Dalam hal ini dapat diobservasi bahwa pemimpin cenderung untuk mentransformasikan leadership opportunity ke dalam hubungan yang terbuka.

Kepemimpinan sebagai alat mencapai tujuan
Menurut Cowley (1928)pemimpin adalah individu yang memiliki program/ rencana dan bersama kelompok bergerak mencapai tujuan dengan cara yang pasti. Knickerbocker (1948)berpendapat fungsional kepemimpinan adalah bila pemimpin dipersepsi oleh para anggota kelompok sebagai pengendali dalam pemuasan kebutuhan mereka. R. C. Davis (1942) memandang kepemimpinan sebagai kekuatan dinamik yang merangsang motivasi dan koordinasi organisasi dalam mencapai tujuan.
Definisi-definisi tersebut memandang kepemimpinan yang mempunyai nilai instrumental. Kepemimpinan disini menghasilkan peran-peran tertentu yang harus dimainkan dan dapat mempersatukan kelomppok dalam rangka mencapai tujuan bersama. Jadi, kepemimpinan disefinisikan sebagai suatu fungsi yang sangat penting dalam suatu kelompok.

Kepemimpinan sebagai pembedaan peran
Salah satu prestasi yang cukup menonjol dari sosiologi modern adalah perkembangan dari teori peran. Setiap anggota suatu masyarakat menempati status posisi tertentu, begitu pula halnya pada lembaga-lembaga dan organisasi. Dalam setiap posisi, individu diharapkan memainkan peran tertentu. Kepemimpinan dapat dipandang sebagai suatu aspek dalam diferensiasi peran.
Kebanyakan penelitian tentang kemunculan dan diferensiasi peran banyak berkaitan dengan masalah kepemimpinan, seperti yang dinyatakan sherif (1956), bahwa kepemimpinan merupakan peranan didalam suatu skema hubungan dan ditentukan oleh harapan timbal balik antara pemimpin dan anggota. Jadi, teori dan penelitian yang menyinggung masalah bantuan konfirmasi dan struktur dari harapan merupakan juga masalah kepemimpinan.

Kepemimpinan sebagai inisiasi struktur
Gouldner menyatakan, bahwa terdapat perbedaan antara stimulus yang di timbulkan oleh pengikut dan yang berasal dari pemimpin; hal ini merupakan kemungkinan bagin pembentukan tingkah laku kelompok. Homans (1950), mengidentifikasikan pemimpin kelompok sebagai anggota yang mengawali suatu interaksi .[7]
Kelompok penulis tersebut telah berusaha untuk mengidentifikasikan kepemimpinan berkenaan dengan variable yang menumbulkan diferensiasi dan pemeliharaan struktur peranan didalam kelompok. Dengan alasan demikian, definisi yang muncul lebih bersifat teoritik daripada konkrit dan deskriptif. Yang hendak dituju adalah mempertimbangkan proses dasar yang terlibat dalam memunculkan peran kepemimpinan.

      Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Contoh : seperti gaya kepemimpinan soekarno yang berbeda dengan presiden -presiden lainnya sehingga beliau dapat diterima masyarakat dan di segani oleh penguasa dunia.


   Kekuasaan
”Power is not an institution, and not a structure; neither is it a certain strength we are endwed with; it it the name that one attributes to a complex strategical situation in a particular society”    (Michel Foucault)
 Hampir semua orang membutuhkan kekuasaaan. Sekecil apapun, sadar atau tidak sadar,  kekuasaaan selalu dicari, diperebutkan. Dengan kekuasaan, orang dapat memerintahkan kemauanya dan mengontrol kepatuhan orang lain. Dengan kekuasaaan perubahan dapat diciptakan sehingga pemimpin dapat mewujudkan visi dan obsesinya.


 Kekuasaan dekat dengan kepemimpinan, seperti gula dan semut. Dimana ada gula pasti disitu ada semut. Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan tindakan-tindakan para pengikut.

Keberhasilan seorang pemimpin dalam melaksanakan fungsinya tidak hanya ditentukan oleh salah satu aspek semata-mata, melainkan perpaduan antara sifat, perilaku, dan kekuasaan-pengaruh saling menentukan sesuai dengan situasi yang mendukungnya. Kekuasaan-pengaruh mempunyai peranan sebagai daya dorong bagi setiap pemimpin dalam mempengaruhi, menggerakkan, dan mengubah perilaku yang dipimpinnya ke arah pencapaian tujuan organisasi.

1 komentar: